ASMAUL HUSNA
Penjelasan Singkat Tentang 99 Nama Allah
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i rahimahullah mencantumkan
dalam kitabnya yang mashur di kalangan masyarakat muslimin di Negara kita, Bulughul Marom sebuah
hadits yang statusnya Muttafaqqun
‘Alaih yang sangat sarat makna dan Faidah di dalamnya. Hadits
tersebut diriwayatkan dari sahabat Abu Huroiroh radhiyallahu anhu, Beliau Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam
berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمَا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ »
Bahwasanya
Rasulullah ` berkata : “Sesungguhnya milik Allah 99 nama, barang siapa
yang mengahsho[i] nya maka pasti masuk
surga”.[ HR. Bukhory no. 2736, 7392, Muslim no. 6989.]
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i rahimahullah setelah menyampaikan hadits ini dalam Bulughul Marom Beliau mengatakan bahwa At Tirmidzi, Ibnu Hibban telah membawakan riwayat tentang nama-nama tersebut namun sebenarnya nama-nama tersebut statusnya adalah mudrodz/sisipan[ii] dari perowi dan bukan Sabda Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal ini juga disetujui oleh Ibnu Hazm, Abu Bakar bin Al’Arobi[iii] , Ibnu Athiyah, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar dan para ulama lainnya bahkan hal ini dinilai sebagai ijma’ ulama hadits oleh Ash Shon’ani di Subulus Salam[iv]. Tambahan matan yang berstatus sebagai mudrodz dalam riwayat Tirmidzi adalah :
« إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً غَيْرَ وَاحِدَةٍ مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ هُوَ اللَّهُ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ الْمَتِينُ الْوَلِىُّ الْحَمِيدُ الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِى الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِى الْمُتَعَالِى الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ الْمُغْنِى الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ »
“Sesungguhnya
hanya milik Allah 99 nama (yang husna, pent.).
Barangsiapa yang ihsho terhadap
nama tersebut maka pasti akan masuk surga. Nama-nama Allah U tersebut adalah : Allah yang tiada ilah yang
benar disembah kecuali Dia. Al
Malik, Al Quddus, As Salam, Al Mu’min, Al Muhaimin, Al Aziz, Al Jabbar, Al
Mutakabbir, Al Kholiq, Al Baari’, Al Mushowwiru, Al Ghoffar, Al Qohhaar, Al
Wahaab, Ar Rozzaaq, Al Fattaah, Al ‘Alim, Al Qoobidh, Al Baasith, Al Khoofidh,
Ar Roofi’, Al Mu’izzu, Al Mudzillu, As Samii’, Al Bashiir, Al Hakam, Al ‘Adlu,
Al Lathiif, Al Khobiir, Al Haliim, Al ‘Adzim, Al Ghofuur, Asy Syakuur, Al
‘Aliyu, Al Kabiir, Al Hafidz, Al Muqiit, Al Hasiib, Al Jaliil, Al Kariim, Ar
Roqiib, Al Mujiib, Al Wasi’, Al Hakiim, Al Waduud, Al Majiid, Al Baa’its, Asy
Syahiid, Al Haqq, Al Wakiil, Al Qowiyy, Al Matiin, Al Waliy, Al Hamiid, Al
Muhshi, Al Mubdi’u, Al Mu’iid, Al Muhyi, Al Mumiit, Al Hayyu, Al Qoyyum, Al
Waajid, Al Maajid, Al Waahid, Ash Shomad, Al Qoodir, Al Muqtadir, Al Muqoddim,
Al Muakhir, Al Awwal, Al Akhir, Adh Dhoohir, Al Baathin, Al Waaliy, Al
Muta’aliy, Al Birr, At Tawwaab, Al Muntaqimu, Al Afuwwu, Ar Ro’uuf, Maalik, Al
Mulk, Dzul Dzalali wal Ikrom, Al Muqsith, Al Jaami’, Al Ghoniy, Al Maani’u, Adh
Dhorru, An Naafi’, An Nuur, Al Haadi, Al Badii’u, Al Baqii, Al Warits, Ar
Rosyiid, Ash Shobru”. [HR. Tirmidzi no. 3849, Abu ‘Isa At Tirmidzi
t mengatakan bahwa hadits ini Syaikh Al Albani t dalam Shohih wa Dhoif Sunan At Ghorib, berkata Tirmidzi : “Dhoif jika dengan menceritakan
asma’ Allah”].[v]
Beberapa
pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini :
!
Bolehnya bersumpah dengan nama yang manapun dari nama-nama Allah yang
husna/asma’ul husna. Pendapat inilah dhohir pendapat Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah sebagaimana
Beliau isyaratkan dengan meletakkan hadits ini sebagai hadits terakhir dalam
kitabul aiman/sumpah. Berkata para ahli fikih : “Sumpah yang ada kafarotnya
adalah sumpah dengan nama Allah Subhanahu
wa Ta’ala, Ar Rohman, Ar Rohim, ataupun dengan shifat dari
shifat-shifat yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala miliki. Seperti sumpah dengan Demi Wajah[vi] Allah, Demi
KeagunganNya”[vii]. Sehingga bersumpah
dengan selain nama Allah ataupun shifat-shifatNya tidak ada kafarohnya
melainkan termasuk dalam syirik yang pelakunya harus bertaubat sebelum
meninggal dunia dan bukanlah hal ini menunjukkan bahwa hal ini adalah hal yang
boleh ataupun hal yang sepele. Rasulullah Berdasarkan sabda Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam
:
« مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ أَوْ لِيَصْمُتْ »
“Barangsiapa
yang hendak bersumpah maka hendaklah dia bersumpah dengan nama Allah jika tidak
maka diam”.[ HR. Bukhory no. 6108, HR. Muslim no. 1646.]
Demikian
juga sabda Nabi Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam :
« مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ »
“Barangsiapa
yang bersumpah dengan selain Allah maka ia telah berbuat kekufuran atau kesyirikan”.[
HR. Tirmidzi no. 1535, HR. Abu Dawud no. 3251, HR. Al Hakim no. 7923. Hadist
ini dishohihSyaikh
Al Albani dalam Shohih wa Dhoif Sunan Abu Dawud.] kan
Hal ini termasuk
syirik sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh
Sholeh Al Fauzan Hafidzahulloh
karena bersumpah dengan selain nama-nama Allah merupakan bentuk penyetaraan
antara Allah dan mahluk disampinh hal itu tidaklah dilakukan kecuali dengan
nama yang padanya ada pengagungan yang pada hakikatnya adalah milik Allah Azza wa Jalla semata.[viii]
Berkata
Ibnu Mas’ud rodhiyallahu
‘anhu :
“Bersumpah
dengan nama Allah dan aku berdusta atas sumpahku lebih aku cintai daripada
bersumpah dengan nama selain Allah padahal aku jujur dengan sumpahku itu”.[ix]
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah menjelaskan
perktaan Sahabat Ibnu Mas’ud rodhiyallahu
‘anhu tersebut :
“Karena
hasanah/kebaikan yang ada pada tauhid itu lebih agung daripada hasanah/kebaikan
yang ada kejujuran, dan kejelekan yang ada pada dusta lebih ringan daripada
kejelekan yang ada pada kesyirikan”.[x]
!
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah
rahimahullah
Berkata : “Para ulama ahli hadits sepakat bahwasanya ta’yin/penentuan satu
persatu nama-nama Allah Azza
wa Jalla bukanlah hadits dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam”.
!
Abul Wafa’ Muhammad
Darwis rahimahullah
: “Nama-nama Allah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam jumlah banyak, diantaranya ada yang Allah
turunkan dalam kitabNya, ada yang Allah ajarkan kepada NabiNya Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam
, ada yang Allah simpan dalam ilmuNya saja karena akal manusia tidaklah mampu
mengetahui maknanya, kemuliannya[xi]. Dalil yang
menunjukkan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah melalui jalan
dari sahabat Ibnu Mas’ud rodhiyallahu
‘anhu , Nabi Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda :
« أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ »
“Aku meminta dengan seluruh nama yang Engkau miliki yang
Engkau sebut Dirimu dengannya, yang Engkau ajarkan kepada salah satu mahlukmu,
yang engkau turunkan dalam kitabMu, yang Engkau simpan dalam ilmu sebagai hal
yang ghoib di sisi”.[
HR. Ahmad no. 3784, hadits ini dishohihkan oleh Al Albani dalam Shohihut
Targhib wat Tarhib no. 1822, Maktabah Syamilah.]
!
An Nawawi Asy Syafi’I
rahimahullah berkata:
“Para ‘ulama sepakat bahwa hadits ini bukanlah pembatasan terhadap nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
bukanlah pembatasan bahwasanya tidak ada nama Allah Azza wa Jalla selain yang 99 nama tersebut.
Sesungguhnya maksud hadits ini hanyalah nama Allah I itu ada 99 yang barang
siapa mengahshonya[xii] maka pasti masuk
surga”.[xiii]
!
An Nawawi Asy Syafi’i
t berkata: “Yang dimaksud dengan «
مَنْ أَحْصَاهَا » adalah menghafalnya,
beriman terhadapnya dan konsekwensi dari nama tersebut serta beramal dengan isi
kandungan dari nama tersebut”[xiv].
!
Amirul Mu’minin fil
Hadits Abu Abdillah Muhammad ‘Isma’il Al Bukhori t berkata
shohihnya : “Yang dimaksud dengan «
مَنْ أَحْصَاهَا » adalah menghafalnya”[xv]. Dan hal ini
dikomentari oleh An
Nawawi tsebagai makna dhohir dari sabda Nabi ` « مَنْ أَحْصَاهَا ».[xvi]
!
Ibnu Baththol
rahimahullah
berkata : “Cara beramal dengan kandungan asma’ul husna adalah dengan meneladani
kandungan nama-nama Allah U yang boleh/bisa untuk diteladani semisal Ar Rohiim
[Yang Maha Penyayang], Al Kariim [Yang Maha Dermawan]. Maka hendaklah seorang
hamba melatih dirinya untuk memiliki kandungan dari shifat-shifat Allah Jalla
wa ‘Ala yang semacam itu akan tetapi tentu dengan kandungan yang layak bagi hamba[xvii]. Adapun shifat Allah Azza wa
Jalla yang khusus bagiNya
semisal Al Jabbar [Yang KehendakNya pasti menang], Al Adziim [Yang Maha Agung]
maka kewajiban seorang hamba adalah menetapkan
adanya shifat tersebut bagi Allah Subhanahu
wa Ta’ala, tunduk
terhadapnya, dan tidak
menghiasi dirinya dengan shifat tersebut. Sedangkan nama-nama
Allah yang padanya ada makna
janji maka kewajiban seorang hamba adalah menambatkan pada
hatinya rasa harap
terhadapnya, adapun apabila nama-nama tersebut padanya terkandung makna ancaman maka
kewajiban seorang hamba adalah menjauhinya,
menjaga diri darinya, menambatkan dalam hatinya rasa cemas dan takut yang disertai
dengan ilmu”[xviii].
!
Tidak ada satu riwayat yang shahih dari Nabi Shollahu
‘Alaihi wa Sallam yang menyebutkan secara rinci nama-nama
tersebut demikian juga tentang berapa jumlah dari nama-nama tersebut,
bahkan terjadi perselisihan yang besar diantara para ulama’ dalam masalah ini.
Dinatara para ‘ulama yang melakukan penelitian secara khusus dalam masalah ini
adalah Abul Wafa’
Muhammad Darwis rahimahullah
dalam kitabnya yang berjudul Al
Asma’ul Husna, demikaian juga Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah
dalam kitab Beliau Al
Qowa’idul Mustla.
!
Syaikh Abdurrahman As
Sa’di rahimahullah dalm kitab Beliau
yang berjudul Tauhidul
Anbiya’ wal Mursalin : “Pengikut para Nabi dan Rasul mereka itu
mengikuti seluruh shifat bagi Ar Rohman yang termaktub dalam kitab Kitabul
Ilahiyah (Allahu A’lam
mungkin yang dimaksud dengan Kitabul Ilahiyah yaitu Al Qur’an.),
yang telah sahih dari hadits-hadits Nabi Shollahu
‘Alaihi wa Sallam. Mereka adalah orang-orang yang mengenal
nama-nama tersebut, mereka adalah orang-orang yang akal dan hati mereka paham
terhadap maknanya, serta mereka beribadah kepada Allah dengan nama-nama
tersebut disertai dengan ilmu dan menyakini hal tersebut sebagai akidah. Mereka
juga adalah orang-orang yang mengerti dan paham terhadap konsekwensi dari
nama-nama tersebut. Hal-hal ini merupakan keadaan hati mereka dan pengetahuan
kerububiyahan yang berasal dari Allah Azza wa Jalla.
Maka
mereka ketika menyadari bahwa Allah mempunyai shifat yang Maha Agung, Yang Maha
Sombong, Yang Maha Mulia maka penuhlah hati mereka dengan rasa takut dan
mengagungkan Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Demikian
juga ketika mereka menyadari bahwa Allah Azza
wa Jalla memiliki Shifat Al ‘Izza[xix], Al Qudroh (Maha
Kuasa) maka hati mereka akan merasa tunduk terhadapnya, dan merendahkan dirinya
kepada Allah Azza wa Jalla.
Demikian
juga jika dengan shifat Allah Ar Rohmah, Al Birr, Al Wujud, Al Karim maka akan
hati mereka akan dipenuhi dengan perasaan penuh harapan dan tamak terhadap apa
yang terkandung dalam shifat Allah tersebut, keutamaan-keutamaan dari Allah.
Hal
yang hampir sama juga dengan shifat ilmu, pengetahuan yang meliputi segala
sesuatu yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala miliki maka mereka akan merasa selalu diawasi oleh Allah
dalam setiap gerak gerik mereka ataupun diamnya mereka.
Dengan
mengetahui makna-makna shifat-shifat Allah yang agung ini disertai dengan
merealisasikannya maka diharapkan seorang hamba termasuk dalam hadits Nabi Shollallahu ‘alahi wa Sallam
yang mulia :
« إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمَا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ »
“Sesungguhnya
milik Allah 99 nama, barang siapa yang mengahshonya
maka pasti masuk surga”.[xx]
Maka Beliau Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata : “Maka yang dimaksud dengan ihsho’
adalah dengan memahami asma’ Allah, memikirkannya, mengenalnya dan beribadah
kapada Allah Ta’ala dengannya”.
Maka
secara ringkas yang dimaksud dengan ahso’
adalah sebagaimana yang disampaikan di atas oleh para ulama, diantaranya adalah
:
!
Amirul Mu’minin fil
Hadits Abu Abdillah Muhammad bin ‘Isma’il Al Bukhori rahimahullah berkata
shohihnya[xxi] : “Yang dimaksud
dengan « مَنْ أَحْصَاهَا » adalah menghafalnya”.
Dan hal ini dikomentari oleh An
Nawawi rahimahullah sebagai makna
dhohir dari sabda Nabi Shollallahu
‘alahi wa Sallam «
مَنْ أَحْصَاهَا ».[xxii]
!
An Nawawi Asy Syafi’I
rahimahullah
berkata: “Yang dimaksud dengan «
مَنْ أَحْصَاهَا » adalah menghafalnya,
beriman terhadapnya dan konsekwensi dari nama tersebut serta beramal dengan isi
kandungan dari nama tersebut”[xxiii].
!
Ibnu Baththol
rahimahullah
berkata : “Cara beramal dengan kandungan asma’ul husna adalah dengan meneladani
kandungan nama-nama Allah U yang boleh/bisa untuk diteladani semisal Ar Rohiim
[Yang Maha Penyayang], Al Kariim [Yang Maha Dermawan]. Maka hendaklah seorang
hamba melatih dirinya untuk memiliki kandungan dari shifat-shifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
semacam itu akan tetapi tentu dengan
kandungan yang layak bagi hamba. Adapun shifat Allah Azza wa Jalla yang khusus bagiNya
semisal Al Jabbar [Yang KehendakNya pasti menang], Al Adziim [Yang Maha Agung]
maka kewajiban seorang hamba adalah menetapkan
adanya shifat tersebut bagi Allah Subhanahu
wa Ta’ala, tunduk
terhadapnya, dan tidak
menghiasi dirinya dengan shifat tersebut. Sedangkan nama-nama
Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang padanya ada makna
janji maka kewajiban seorang hamba adalah menambatkan pada
hatinya rasa harap
terhadapnya, adapun apabila nama-nama tersebut padanya terkandung makna ancaman maka
kewajiban seorang hamba adalah menjauhinya,
menjaga diri darinya, menambatkan dalam hatinya rasa cemas dan takut yang disertai
dengan ilmu”[xxiv].
!
Syaikh As Sa’di
rahimahullah berkata
: “Maka yang dimaksud dengan
ihsho’ adalah dengan memahami asma’ Allah, memikirkannya, mengenalnya dan
beribadah kapada Allah
Subhanahu
wa Ta’ala dengannya”.
Maka Marilah kita bergiat dalam mempelajari asma’ dan
shifat Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga kita dapat merealisasikan hadits Nabi
Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mulia ini.
Allahu A’lam bish Showab…
اللهم انفعني بما علمتني وعلمني ما ينفعني وزدني علما
Wisma Al Hijroh, Sabtu 1 Rabu’ul Akhir 1428/28 Maret
2009.
Abu Halim Budi bin Usman As Sigambali
[Yang Selalu Fakir pada Robb dan Mengharap ampunanNya]
No comments for "ASMAUL HUSNA"
Post a Comment